Dadaku sesak, perasaanku tidak tenang, pikiranku kacau, amarahku
semakin memuncak. Keadaan seperti itu pasti selalu aku rasakan ketika
aku memikirkan kembali perasaanku yang sakit karena mengingat setiap
kenangan yang membuatku kecewa. Aku akui, akhir-akhir ini aku sedang
bergumul dengan kekecewaan. Sebenarnya kekecewaan ini adalah hasil
akumulasi dari tumpukan kekecewaan yang tidak pernah aku ‘selesaikan’.
Aku selalu menunda, malas, atau bahkan tidak mau untuk segera
menyelesaikannya. Aku terus memendam amarah itu dan berusaha membuat
dinding ego untuk mengelilinginya.
Aku sangat tahu bahwa ini tidaklah baik untuk selalu disimpan tapi
aku harus akui bahwa aku merasa tidak mampu untuk melakukannya.
Kekecewaanku begitu dalam dan terkesan sudah menjadi noda yang susah
dibersihkan di dalam hati. Tentu saja, rasa kecewa ini mengandung banyak
hal. Mulai terdiri dari berbagai kenangan buruk, kecewa terhadap
keadaan dan sikap orang lain, hingga kekecewaan terbesar pada diriku
sendiri. Aku tahu setiap orang mempunyai kekurangan, begitu juga dengan
diriku. Ya ini adalah kekuranganku, kekurangan yang harus bisa diterima
oleh pasangan hidupku kelak, mungkin. Aku adalah tipe orang yang rentan
sekali kecewa. Hal yang menambah sisi buruknya adalah setelah kecewa aku
akan membungkusnya dengan ego pribadiku, menutupnya rapat-rapat di
dalam hati dan tidak membiarkan satu orang pun tahu mengenai
keberadaanya. Tapi untungnya aku mudah untuk memaafkan, namun aku sulit untuk melupakannya. Pribadiku memang dominan Sanguin, tapi sisi melankoliki ni membuat kekuranganku yang satu ini semakin kuat, mungkin.
Aku ingin sekali bercerita kepada dia. Tetapi mana mungkin aku bercerita jika ini tentangnya. Terkadang aku menceritakan kekecewaanku kepada sahabatku sejak SMP. Tetapi tak semuanya aku ceritakan. Aku lebih suka bercerita tentang kebahagiaan dari pada kekecewaanku. Aku tak ingin semua orang tahu tentang kekecewaan ini. Cukuplah aku menyimpan semuanya sendiri.